“Prov, sampeyan kok masih suka ikut training-training toh. Kadang tak liat nggak ada hubungannya dengan hobinya sampeyan yang seneng traveling. Kenapa itu,? tanya Suhu Fathur Rohman dalam perbincangan santai di depan hotel Container Penang.
Pemuda Bangkalan ini adalah alumni Rich Entrepreneur Academy, yang begitu selesai workshop di Surabaya langsung action bikin Paspor, bikin Kartu Kredit, bikin afirmasi keliling dunia. Awal tahun lalu langsung daftar umroh, menjelang akhir tahun ini ikutan traveling ke Malaysia dan Thailand. Sesuatu yang tahun lalu terbayang pun tidak. Tapi semua sekarang terjadi!
.
Sebetulnya susah juga untuk menjelaskan secara utuh jawaban atas pertanyaan itu.
Tapi, saya bilang, buat saya ikut seminar dan training, apapun itu – kadang saya malah nggak ngerti apa materi trainingnya, pokoknya ikut aja dulu acaranya – sebagai sebuah sarana untuk ketemu orang-orang hebat dan ingin “menyadap” vibrasi positifnya. Saya sadar diri sebagai pribadi yang fakir ilmu maka salah satu jalan untuk mengembangkan diri dan bertumbuh adalah dengan mengikuti training-training itu!
Semakin dekat, semakin akrab, semakin gampang menyadap vibrasi suksesnya. Kalau nggak ikut-ikutan acara seminar atau training begitu kapan kita bisa ketemu dan berbincang secara intensif? Seminar itulah sarananya yang paling mudah.
Kedua, training itu passionku. Aku selalu suka mendengarkan ilmu-ilmu baru. Karena setiap orang pasti punya ilmu pamungkas yang menjadi kesaktiannya yang membuat saya penasaran pengen tahu.
Mungkin manfaatnya tidak di praktikal, tapi di knowlegde. Mungkin juga manfaat praktisnya tidak bisa dirasakan sekarang tapi suatu saat nanti baru paham. Jadi, passion itu pastilah sesuatu yang tak terkatakan, terlalu sederhana jika dilukiskan dengan kata-kata.
Ketiga, membangun “network” salah satu caranya adalah dengan mengikuti training atau seminar begitu. Di dalam satu waktu saya akan ketemu banyak orang baru dari beragam latar belakang, ilmu, skill, pengalaman, dan macam-macam. Di training itu kita bisa menjadikan diri kita sebagai bak penampungan berbagai energi positif.
“Sebagai misal ya, kalau kamu mengenal nama Rendy Saputra, Dewa Eka Prayoga, Andy Sukma Lubis, Qodrisyah Srg, dan nama-nama bisa kausebutkan. Itu karena kami ketemunya di seminar dan pelatihan. Sekitar enam tahun silam. Jadi, kalau kamu baru sekedar tahu sekarang ketika nama mereka berkibar, lha kami ini malah sudah berteman lama, saat mereka belum “jadi apa-apa”, saat kami bisa bercanda, saling bully, dan ngakak bersama. Kami malah punya ikatan emosional yang lebih dibandingkan dirimu yang baru sekedar tahu. Kami disatukan dalam ikatan emosional saat mengikuti acara Akademi Trainer Kedua. Di situ pula kami bisa berakrab ria dengan inspirator Akademi Trainer, Kek Jamil Azzaini, yang namanya juga mungkin kamu kenal (meski tidak sepopuler Hercules), dan kami terus berhubungan hingga kini. Medianya ya training itu. Meski waktu itu ya belum tahu juga kita nanti bagaimana-bagaimana atau akan jadi apa,” kataku sambari menunjukkan beberapa dokumen foto yang tersimpan di galery Hp.
Buatku, seminar atau training itu adalah bagian dari anugerah kehidupan. Ada banyak ilmu dan teman berserakan di sana. Maka buatku tidak ada jalan lain selain menjemputnya. Menjemput anugerah itu, dengan mendatanginya. Meskipun jauh. Bukan menunggunya.
Anugerah itu ibarat orang lewat yang rambut panjangnya di depan sedang belakangnya plontos. Selama masih bisa meraihnya dari depan, momentum itu tak akan kusia-siakan, segera tarik rambutnya. Karena kalau sudah lewat, bagian kepala belakangnya kan plontos tak ada rambutnya, kalau mau dijambak pun tidak akan dapat. Jadi, prinsipku ilmu itu dijemput, bukan ditunggu! Maka kalau lagi tertarik dengan sebuah training akan kukejar juga meski harus terbang jauh.
.
“Prov, apa nggak sayang dengan uangnya. Kan belum tentu hasil.ikut pelatihan itu langsung bisa dipraktekkan dan dapat income?,” tanyanya lagi.
Ada tiga hal yang jika kau keluarkan untuk itu sebetulnya uangmu nggak ilang. Tapi justru akan kembali berlipat-lipat kali.
Pertama, ini Quran yang menjamin, yakni Sedekah. Keliatannya uangmu ilang terbuang tapi sebetulnya tidak. Sedekahmu itu adalah kail yang akan menarik rezeki berlipat ganda. Bisa sepuluh kali lipat, tujuh ratus kali lipat, bisa nggak berhingga.
Kapan dapetnya? Itu tergantung momentummu sendiri. Memang ada beberapa yang nanya: Prov saya udah bersedekah bertubi-tubi kok hidup masih seret aja?
Jawabku, ya karena kamu sebetulnya belum mensedekahkan itu. Buktinya kamu masih ingat persis angkanya sekarang. Artinya, duitnya sudah pergi tapi energinya belum pergi, masih melekat kuat di vibrasimu. Jadi, energi positif yang mau masuk jadi terhalang. Bak penampunganmu masih full. Jadi, bagaimana rezeki yang baru bisa masuk?
Kedua, kalau duitnya dipakai mentraktir temanmu. Kalau mau rezekimu datang bertubi-tubi mengejarmu, sering-seringlah ngajak makan orang lain dan bayarin. Apalagi itu gurumu, mentormu, ustadmu, seniormu, siapapun dia. Jangan nunggu dibayarin, tapi berinisiatiflah untuk membayarnya duluan. Jangan malah pura-pura dompetmu ketinggalan. Dalam acara makan-makan itulah akan banyak ilmu secret yang kamu dapatkan! Itu akan jadi pintu masuk bagi banjirnya rezekimu!
Ketiga, ikut pelatihan atau workshop yang bisa membuatmu tumbuh dan berkembang. Ini sekaligus menjawab pertanyaan yang awal. Tidak pernah akan rugi orang yang membeli ilmu. Meski nanti yang didapatkan hanya sepenggal atau setitik saja. Tapi bisa jadi setitik itu adalah jawaban dari pertanyaan yang selama ini meresahkan hidupmu, mengganggu jalan mudah rezekimu.
Gusti Allah sendiri kan sudah bilang dengan tegas. Ia akan mengangkat derajat orang yang berilmu. Termasuk orang yang serakah dan gila ilmu, yang mau mengejar ilmu kesana-kemari.
Kamu boleh setuju boleh tidak dengan jawabanku. Bebas. Tiap orang boleh merdeka dengan pilihan pemikirannya.
Tapi yang jelas, tahun depan habis dari Swiss aku mau jalan ke Kenya atau Zimbahwe. Mau menelusuri jejak-jejak kaki si Fufui, pemeran utama film God Must Be Crazy. Siapa tahu botol CocaCola keramat itu bisa kita temukan.
Kamu mau ikut ndak?