Catatan Perjalanan Ke Monaco Negara Mini,
Tanpa Bandara, Tapi Kaya Raya Monaco hari ini, awal Nopember 2019, mendung.
Padahal, negara pantai ini harusnya panas. Karena sudah dekat garis subtropis. Banyak orang ke sini karena ingin mengejar sinar matahari. Apalagi saat ini autum, musim gugur. Harusnya lebih banyak dan lama cerahnya.
Mungkin ini namanya kurang beruntung saja. Jadi, ketemunya hanya mendung. Matahari hanya mengintip sedikit. Dan timbul tenggelam tersapu awan. Tapi, tak mengapa, yang pentung sudah sampai di Monaco, di Montecarlo tepatnya. Kapal-kapal Yatch juga lebih banyak yang diam bersandar. Dari yang mahal sampai yang termahal. Dari kejauhan terlihat berkibaran bendera merah putih. Bukan bendera Indonesia. Tapi bendera negara Monaco. Ya, bendera Indonesia dan Monaco sama.
Hanya beda ukuran saja. Bendera Monaco beberapa centimeter lebih kecil. Yang mirip dengan bendera ini adalah Polandia, cuma posisinya yang terbalik. Jadi, putih merah. Mirip juga dengan bendera Singapore kayanya, bedanya ada bintang-bintangnya. Karena negara ini sangat kecil sekali, hanya sekitar dua kilometer persegi saja, cara paling enak untuk menelusurinya adalah dengan ikut bus Hop On Hop Off yang memutari seluruh sudut kota dalam satu jam. Bus ini berhenti sejenak di halte-halte tertentu untuk menaikkan turis yang mau ikut gabung city tour.
Ini lebih efektif daripada mengendarai mobil sendiri. Karena jalan-jalan di Monaco rata-rata sempit, banyak persimpangan, dan banyak juga yang menembus lorong bukit. Kalau nggak canggih nyetirnya apalagi setir kiri dan jalan kanan, bisa-bisa muter-muter aja dan lama sampai tujuannya. Maklum, Monaco negara kecil, sekecil kota Yogyakarta. Dikelilingi satu jam sudah kelar semua. Negaranya kecil tapi didatangi turis seluruh Eropa bahkan dunia. Bagaimana tidak berjejal-jejal? Penduduk Monaco tak lebih dari 32.000 orang.
Presidennya seorang Raja secara turun menurun. Sekarang ini dipimpin oleh Raja Albert. Meneruskan kepemimpinan bapaknya yang telah wafat. Monaco tak punya bandara. Saking kecilnya negara ini. Kalau tak salah negara terkecil kedua setelah Vatican.
Uniknya bendera Monaco ini sama persis warnanya dengan bendera Indonesia. Jadi, ingat Monaco bisa ingat Indonesia karena benderanya sama. Tapi, negara ini kaya raya. Pemerintahnya memanfaatkan sedikit pelabuhan yang dipunya untuk mendapatkan devisa.
Dari kapal kapal pesiar mewah dan banyaknya atraksi wisata atau berbagai festival internasional yang diadakan rutin di negara ini. Misalnya atraksi F.1 yang telah melahirkan sang legendaris Aryston Sena yang sudah enam kali menjadi juara. Tiap tahun balapan F.1 ini menjadi acara yang mencolok dunia internasional. Cara untuk sampai ke Monaco adalah dengan mendarat di bandara Nice atau Cannes. Dari Paris hanya ditempuh selama 1,5 jam penerbangan. Lalu mencari penginapan di Nice saja.
Karena di Monaco hotel-hotel harganya supermahal. Kalau di Nice harganya normal, sedang dari Nice ke Monaco hanya butuh waktu naik kendaraan darat sekitar 45 menit saja. Selain dari sektor wisata dan atraksi internasional, Monaco juga dikenal sebagai kota judi. Bertebaran Casino di negara ini. Orang kaya dari seluruh dunia banyak yang menghabiskan uangnya untuk bertaruh judi di sini.
Uniknya, pemerintah Monaco sendiri melarang keras warganya untuk berjudi di kasino. Kalau ketahuan bisa kena hukuman. Mereka hanya boleh menjadi pelayan tamu-tamu yang datang. Dari hasil wisata, fetival, kasino itulah duit terus mengalir ke Monaco. Tak heran kalau di negara ini tidak ada penduduknya yang miskin. Hampir semua warganya adalah orang kaya atau milyarder. Penduduknya juga tidak dikenakan pajak. Makanya mereka bisa membuka bisnis apa saja dengan leluasa dan membuat mereka cepat kaya.
Tertarik jalan-jalan ke Monaco? Sekali waktu perlu dicoba. Apalagi tak jauh dari Paris. Supaya sekali dayung dua pulau terlampau. *(Among Kurnia Ebo)