Among Kurnia Ebo, Berbagi Trik Merengkuh Impian
Dari Pinggir Hutan, Penakluk Lima Benua
——-
Salah satu pembicara yang dihadirkan dalam seminar motivasi Menggapai Impian Setinggi Bintang dalam rangka Ultah Radar Lamongan kali ini adalah Prov. Among Kurnia Ebo, SPD, MKD, MBU, PhG. Salah satu PUALAM(Putera Asli Lamongan), yang dibidik Radar agar mau balik kandang untuk berbagi tips triknya kepada pembaca Radar, terkhusus kepada anak muda jaman now yang kadangkala masih sering galau menatap masa depan.
———— imron rosidi—–
“Saya lahir dan tumbuh di Lamongan. Lahir di Sukobendu, sebuah desa di tepian hutan. Listrik baru masuk di tahun 90-an. Saya belajar dan mengerjakan masih pakek ublik atau petromak. Sekolah juga masih naik sepeda mini dan berangkat sehabis subuh agar tidak terlambat ikut upacara,” ujar penggila buku yang hobi traveling ini mengenang masa lalunya.
Sejak kecil rasa ingin tahunya sudah besar. Itulah sebabnya sejak SD sudah rajin ke perpustakaan, meski hanya untuk numpang membaca majalah Kuncup atau Kuncung. Sesekali membaca novel anak. Tapi paling senang adalah membaca peta dunia yang tertempel di dinding ruang perpustakaan sambil menghapalkan nama negara dan ibukotanya.
Mencintanya ilmu sepertinya sudah nampak dari pria energik ini. Buktinya, sekolah saja sering dobel. Waktu kecil dia sekolah di SD Sukobendu waktu pagi, terus lanjut ke Madrasah Islamiyah Kumisik sore harinya. Saat melanjutkan studi ke SMP Negeri Babat, malam harinya lanjut mengaji di Pondok Pesantren Muhammadyah Jalan Pramuka. Sayang, karena suatu hal harus pindah ke SMP Kembangbahu saat naik kelas tiga. “Balik lagi jadi anak kampung, karena harus bantu bapak angon wedhus. Hahaha,” ujarnya.
Bakat menulisnya muncul saat lulus SMP dan masuk SMAN 2 Lamongan. “Ada dua nama yang saya sebut sebagai orang yang punya peran penting ikut mengasah bakat menulis itu. Pertama, pak Herry Lamongan, penyair senior dan budayawan. Kedua, pak Makmunudin Anwari, guru bahasa Indonesia dan pembina teater SMA. Saya terinspirasi oleh karya-karya mereka berdua yang membuat namanya dikenal luas di seluruh Indonesia,” katanya.
Selepas dari SMA, Ebo nekat berangkat ke Yogyakarta. Sendirian naik bis tanpa diantar orangtua. Modalnya ijin sama bismillah sama tabungan yang tak seberapa jumlahnya. Meski dengan bekal pas-pasan dia nekat mendaftar ujian di dua kampus. IAIN Sunan Kalijaga dan Universitas Gadjah Mada. “Gila-gilanya, dua-duanya diterima. Yang IAIN masuk Fakultas Dakwah. Yang UGM masuk Fakultas Sastra. Ternyata nekat itu penting dalam hidup. Di IAIN waktu itu SPP-nya hanya 100 ribu tapi hanya kuat kuliah empat semester. Akhirnya saya tinggal. Out Dewe (OD) dari kampus, hahahaha,” ujarnya tergelak.
Sedang kuliahnya di Fakultas Sastra UGM juga tak kalah heroiknya. “Saya bisa lulus tapi dalam waktu 8 tahun 4 bulan. Waktu itu jarang kuliah. Malah lebih sering datang ke forum-forum penyair dan penulis Yogya. Gabung dengan Kelompok Penulis Bunderan UGM yang waktu itu ada nama-nama penulis seperti Mahfud MD, TM Luthfi Yazid, Ahcmad Munif, Imam Anshoro Sholeh, Fauzi Rahman, Ipong S Azhar. Juga gabung di Kelompok Kamis Malam, Teater Bahana Sastra, dan Majalah Balairung Kampus UGM. Pada akhirnya saya tidak menyesal kuliah sangat lama. Karena yang lebih banyak berguna dalam karir hidup saya ternyata bukan ilmu kampusnya, tapi ilmu jalanannya itu. Perkenalan dengan penulis-penulis hebat itulah yang membuat saya pernah jadi penulis produktif pada saat mahasiswa. Menulis hampir di semua koran seluruh Indonesia. Prestasi itu pula yang membuat saya dengan mudah bisa begabung dengan Jawa Pos Group dan menjadi wartawan selama 8 tahun. Ijazah pun nggak pernah saya urus. Entah di mana sekarang. Ya, pokoknya berliku, nekad, tapi asiklah,” pungkasnya.
Selepas dari jurnalis Jawa Pos Group, Ebo mencoba peruntungan menjadi pengusaha. Pemicunya, karena ketemu dengan komunitas Entrepreneur University yang isinya anak-anak muda yang telah sukses dengan beragam bisnisnya. “Saya jadi tertantang. Kok bisa ya mereka sukses di usia muda? Akhirnya saya belajar di komunitas itu, buka bisnis, dan alhamdulillah jalannya mudah dan lancar sampai sekarang. Faktorrnya, selain karena ada komunitas yang anggotanya saling support, juga karena saya selalu minta doa bapak ibu setiap mau memutuskan sesuatu,” tandasnya.
Ketika bisnisnya sudah jalan ia mengingat petuah mentornya. Bahwa kalau bisnis sudad jalan, ownernya harus jalan-jalan. Maka sejak tahun 2012 hobi travelingnya mulai tumbuh. Dan makin hari makin ketagihan, berlanjut terus sampai sekarang.
“Saya baru tahu bahwa traveling itu ternyata perintah Tuhan dalam alQuran. Ada di Surah al-Mulk 15 dan beberapa ayat lainnya. Sejak tahu ayat itu saya semakin getol jalan-jalan backpackeran. Kalau di hitung ya lebih dari 80 negara. Lima benua sudah diinjak semua. Terakhir kemaren, sebulan penuh di Amerika Latin, mulai dari Chili, Peru, Kolombia, Ekuador, Bolivia hingga Meksiko. Pengen merasakan puasa Ramadhan di benua lain yang islamnya minoritas,” ujarnya memberi penjelasan.
Bocah kampung tepi hutan itu ternyata penakluk lima dunia. Arek Lamongan boleh ikut bangga. *