#Kitab Ilmu Vibrasi:
Keberuntungan dan Kesialan Hidup dalam Perspektif Rasa
By Among Kurnia Ebo
Selama ini banyak orang mendengar dan memakai kata vibrasi. Namun, kebanyakan dalam hal-hal yang kaitannya dengan dunia ilmiah. Terutama jika menyangkut ilmu fisika.
Lalu apa hubungannya dengan buku ini? Kitab Ilmu Vibrasi ini ditulis oleh trainer pemberdayaan diri. Yang unik, penulisnya mencoba mendown grade pemahaman tentang Vibrasi ini ke dalam pemahaman yang lebih sederhana dan dalam konteks memaknai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Pada intinya, buku ini berbicara tentang korelasi bahwa apa yang terjadi sebaggai realitas kehidupan manusia itu tidak lepas dari faktor vibrasi manusia itu sendiri. Apakah itu takdir baik atau takdir buruk, keberuntungan atau kesialan hidup, dan sebagainya tidak terlepas dari vibrasi yang diciptakan oleh individunya.
Vibrasi adalah getaran. Dalam konteks ini adalah getaran rasa yang dipancarkan dari dalam diri individu. Vibrasi itu mengikuti hukum semesta, hukum alam, sunatullah. Ia akan memancar ke semesta kehidupan ini dan memantul kembali kepada individunya. Mewujud ke dalam bentuk yang seperti yang divibrasikan. Ini absolut. Tidak bisa diakali atau direkayasa. Maka, kalau ada istilah hukum tabur tuai, siapa menanam dia akan memanen, itu bagian dari penerjemahan hukum vibrasi ini.
Bagaimana dalam konteks kehidupan sehari-hari? Misalnya, banyak yang mengeluh mengapa hidupnya tidak sukses juga padahal semua skill sudah ia lakukan secara optimal? Mengapa kesialan terus-menerus menimpanya padahal dia sudah selalu berbuat baik pada siapapun? Mengapa rezeki tak kunjung datang berlipat ganda padahal sedekah sudah ia lakukan secara jor-joran?
Dalam konteks seperti inilah buku ini menjelaskan korelasinya. Dalam perspektif vibrasi, yang dibicarakan adalah sesuatu yang tak tampak. Vibrasi adalah getaran. Vibrasi adalah rasa yang dipancarkan. Vibrasi adalah energi yang menyertai ketika sesuatu aktivitas dilakukan. Seperti apa vibrasinya saat peristiwa itu terjadi? Itulah pertanyaan intinya.
Jadi, buku ini bukan menjawab bagaimana jalan keluar dari setiap persoalan yang menimpa individu. Tapi sebaliknya, justru mengajak mencari jawabannya ke dalam. Vibrasi itu letaknya di rasa, di niat, di intensi. Adanya di dalam, tidak tampak, tapi bisa diukur. Seperti angin, tak pernah ada wujudnya, tak tampak, tak bisa dilihat tapi kita tahu dan percaya angin itu ada. Bisa dilihat dari tanda-tandanya. Angin itu besar atau kecil atau dasyat, semua bisa merasakannya, tapi tak bisa melihatnya apalagi memegangnya.
Kenapa kita merasa tidak beruntung terus atau kesialan terus-menerus menerpa hidup kita padahal segala cara, baik pengetahuan maupun ketrampilan menuju sukses itu, sudah kita lakulan secara optimal? Bahkan sampai jurus yang paling tetakhir, ilmu yang paling modern?
Ya, bisa jadi karena saat melakukan hal-hal yang tampak tadi, kita tidak menyertakan aspek vibrasinya, aspek yang tak nampak itu. Yakni, getarannya, rasanya, intensinya. Energinya. Bahkan bisa jadi orang menyepelekannya atau melupakannya.
Misalnya, saat bersedekah tadi. Sudah dilakukan jor-joran kenapa rezeki yang berlipat ganda yanh dijanjikan Tuhan tidak kunjung datang! Jawabannya karena bisa jadi saat bersedekah tadi yang dioptimalkan hanya aspek fisiknya, yakni menyerahkan sejumlah uang atau harta kepada pihak lain. Padahal, pada saat yang sama hatinya, perasaannya, getaran frekuensinya justru berkebalikan. Masih merasa berat, masih mengingat-ingat, masih menggengam dalam batinnya. Jadi, bendanya sudah pergi, dilepaskan, tapi energinya masih tertahan, secara vibrasi masih melekat di dalam jiwa. Alhasil, bagaimana energi baru bisa masuk jika tubuh dan jiwa kita masih penuh. Energi itu mengalir jika ada ruang yang bisa dialiri. Jika tangkinya masih penuh, maka energi baru tidak bisa masuk. Dengan begitu, mana bisa keberuntungan-keberuntungan akan mendekat dan mengisi hidup kita?
Maka ketika ada yang mempertanyakan kenapa hidupnya tetap susah padahal dia sudah mati-matian bekerja keras. Menjadi mudah untuk membedahnya. Tinggal tengok ke dalam lagi. Apakah saat mati-matian bekerja keras tadi sudah dibarengi dengan intensi, niat, vibrasi yang baik juga? Jangan-jangan semua itu dilakukan untuk maksud buruk. Menjatuhkan karir orang lain, menunjukkan diri paling hebat, agar bisa balas dendam dengan masa lalu, diniati menjilat agar mendapat perhatian atasan, atau bahkan dengan maksud ingin mencuri ilmu perusahaan dan nantinya akan menghancurkan dari dalam. Banyak intensi atau niat yang tak tampak dan orang lain tidak tahu. Tapi, sesungguhnya itu yang direkam semesta, karena segala vibrasi itu akan terpancar, terekam, memantul dan tidak bisa dibohongi. Di situ pula, sekali lagi, hukum siapa menanam siapa menuai tak bisa diakali. Pasti terjadi secara pasti.
Banyak orang