Selama seminggu ini saya berada di Korea Selatan. Selain dalam rangka menyalurkan hobi backpacker saya yang sudah adiktif, di antara waktu jalan-jalan itu saya sempatkan untuk datang memenuhi undangan rekan-rekan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Korea Selatan, tepatnya di dua kota, Busan dan Ansan, untuk memberikan mentoring entrepreneurship di hadapan ratusan pekerja migran yang tinggal di kota tersebut.
Saat ini setidaknya ada sekitar 30.000 tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Korea Selatan, di setidaknya 13 kota industri. Rata-rata kontrak kerja mereka adalah empat tahun dan bisa diperpanjang jika mereka menginginkan atau pabrik yang mempekerjakan mereka menghendakinya. Secara pendapatan, income yang mereka dapatkan sungguh luar biasa, karena setiap pekerja rata-rata bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 25 – Rp 30 juta per bulan. Biaya hidup pada umumnya sudah ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan.
Namun, rupanya banyak kegalauan yang melanda mereka. Jauh dari keluarga, terutama anak isteri atau orang tua adalah masalah psikologis terbesar yang mereka hadapi. Sebagian malah merasa frustasi dan mengaku apalah arti banyak uang jika tidak bisa setiap saat bertemu dengan orang-orang yang dicintainya. Cuti setahun sekali atau dua kali dirasa sangat kurang untuk memenuhi dahaga mereka untuk berkumpul bahagia bersama keluarga.
Banyak masalah-masalah lainnya sebetulnya yang mereka hadapi. Suasana kerja yang sangat robotik, kesempatan untuk bersosialisasi yang sangat terbatas, kesendirian saat mereka mengalami sakit, terbatasnya kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sampai hal-hal tragis: problem penipuan oleh PJTKI yang mengirimkan mereka, sulitnya mengurus asuransi, terkena virus penyakit lalu meninggak mendadak, atau tidak mudahnya mengirimkan jenazah pekerja yang meninggal dunia saat di Korea adalah problem-problem yang belum tuntas solusinya sampai hari ini. Tapi apa boleh buat, tiadanya lapangan kerja di Indonesia, membuat mereka tidak punya pilihan lain. Menjadi TKI memang bukan pilihan terbaik, tapi itu pil pahit yang harus mereka jalani.
Problem lainnya yang dialami para TKI adalah kebingungan mereka ketika masa kontraknya sudah berakhir. Mereka mungkin bisa mengumpulkan uang hingga Rp 300 sampai Rp 500 juta selama bekerja. Tetapi, masalah baru muncul saat mereka sampai di tanah air, mereka tidak mengerti bagaimana harus mengelola uang sebanyak itu agar bisa tabungannya selamat dan bahkan tumbuh berkembang?
Sebagian kemudian nekad membuka bisnis di daerah asalnya. Mereka hanya mengandalkan keyakinan dengan memiliki modal ratusan juta mereka yakin akan bisa sukses dengan bisnisnya. Mereka lupa, bisnis itu tidak cukup bermodalkan nekad dan duit saja. Ada yang jauh lebih penting dari itu, yakni ilmu bisnisnya itu sendiri. Ya, ilmu bisnisnya itu yang harus dikuasai terlebih dahulu.
Fakta membuktikan 90% TKI yang pulang kampung lalu membuka bisnis dengan modal nekad ujungnya akan berakhir dengan tragis. Bisnis mereka kolaps dalam waktu kurang dari satu tahun. Uang ratusan juta melayang sia-sia. Bangkrut total/ Kenapa? Karena mereka menjalani sesuatu tanpa ilmu. Padahal, aksiomanya sudah jelas, sesuatu yang dikerjakan tanpa ilmu maka tunggulah kehancurannya.
Ujungnya mereka akan kembali menjadi TKI, bahkan ada yang sudah menjalaninya sampai 15 tahun, jauh dari anak isteri yang itu menjadi penderitaan tersendiri.
Itulah sebabnya selama dua acara di Busan dan Ansan, keduanya adalah kota industri dengan ribuan TKI di dalamnya, saya menekankan pentingnya tiga hal sebelum membuka bisnis. Tiga kunci sukses bisnis itu adalah Ilmu, Komunitas, dan Mentor. Ketiganya tidak ada yang boleh ditinggalkan satu pun kalau bisnisnya mau selamat dari awal hingga tumbuh berkembang nanti.
Sebelum membuka bisnis, saya sarankan agar mereka belajar ilmu bisnis dulu. Beli buku-buku bisnis, ikuti seminar dan workshop bisnis, gali sebanyak-banyaknya informasi bisnis dari berbagai sumber. Jangan pelit dalam urusan ilmu. kalau perlu jangan ditunggu. Ilmu itu harus dikejar. Karena kalau kita pegang ilmunya, inshaallah kita tidak akan jatuh atau gagal dalam bidang itu, apapun, termasuk dalam dunia bisnis.
Kunci kedua adalaj komunitas. Peran dan manfaat komunitas dalam berbisnis sangatlah penting. Bisnis tidak boleh dilepaskan dengan apa yang disebut network atau jaringan atau komunitas. Jika punya komunitas, bisnis kita akan relatif kokoh. Mengapa? Karena suport terbaik dalam memajukan bisnis atau saat bisnis sedang mengalami kendala adalah komunitas. merekalah yang akan menjadi penolong pertama pada saat-saat kita mengawali bisnis atau saat ada masalah dalam bisnis.
Komunitas ini pulalah yang akan menjadi tempat menemukan solusi atas masalah bisnis. Jika mau berkembang maka bisnis tidak boleh lepas dari komunitas. Sudah ada banyak komunitas bisnis di tanah air. Ada komunitas Entrepreneur University, komunitas Rich Entrepreneur Academy, komunitas Tangan Di Atas, komunitas Indonesia Property Camp, komunitas Entrepreneur Succes Community, komunitas Internet Marketing, dan banyak lainnya. Sekali ketik di google, komunitas seperti itu akan muncul puluhan datanya. Tinggal pilih sesuai passion masing-masing.
Kunci ketiga adalah mentor. Orang mungkin bisa menyebutnya dengan coach, pelatih, trainer, atau guru. Sebelum terjun ke dunia bisnis, penting sekali utuk terlebih dahulu menemukan guru yang tepat, yang mau menjadi pembimbing saat kita memulai bisnis, saat bisnis sedang berkembang, bahkan saat bisnis sedang mengalami masa-masa sulit. Sebetulnya ini bukan hanya berlaku di dunia bisnis saja, tapi di bidang apapun. Atlet yang hebat pasti membutuhkan pelatih, artis yang hebat juga membutuhkan pelatih, mahasiswa yang hebat pun pasti punya dosen yang hebat pula. Jadi, jangan pernah membuka bisnis jika belum punya mentor yang akan diacu untuk mengembangkan bisnis yang akan kita pilih.
Mentoring bisnis saya di Busan dan Ansan ini adalah mentoring penutup saya untuk seminar dan workshop bisnis Rich Entrepreneur Academy sepanjang tahun 2014. Sebelumnya saya secara rutin memberikan pelatihan bisnis di 42 kota di Indonesia dan 9 negara yang terdapat ribuan TKI mengadu nasibnya (Hongkong, Macau, Jepang, Kuwait, Dubai, Qatar, Jeddah, Malaysia, dan Australia). tentu saja, saya akan melanjutkan “dakwah entrepreneur” ini di tahun-tahun yang akan datang. Jadwal pelatihannya akan selalu diunggah di web www.amongkurniaebo.com.
Mulai pertengahan Januari 2015 seminar dan worskhop Rich Entrepreneur Academy akan dimulai dari Semarang, lanjut ke Ternate, Manado, Batam, Tanjungpinang, Surabaya, Sidoarjo, Bekasi, Palembang dan kota-kota lainnya. Dan khusus untuk bulan April 2015, mentoring bisnis akan saya adakan di Eropa sambil jalan-jalan mengunjungi kota Paris, Amsterdam, Praha, Wina, dan Bratislava. Saya namakan ini sebagai acara Eurotrip Bisnis: Sambil Jalan-Jalan Kita Bincang-Bincang Bisnis. Semuanya dalam rangka menuju Masa Depan Indonesia Lebih Baik dengan Semakin Banyak Entrepreneur Mudanya!
*Among Kurnia Ebo, pegiat Komunitas Backpacker Dunia, Founder Rich Entrepreneur Academy, dan Rektor Klathak University Yogyakarta.
Among Kurnia Ebo — Provokator Bisnis Otak Kanan
www.amongkurniaebo.com